Senin, 02 Desember 2013

PARADIGMA PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA



PARADIGMA PENDIDIKAN KARAKTER
DI INDONESIA



Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
( Ulul Huda, M.S.I )

Oleh:
1.      Efi Laelatun Nafisah               1123301103
2.      Ferli Agus Kurniawan             1123301160
3.      Muh. Restu Fauzi                    1123301172

Tarbiyah / V / 5 PAI 5

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PURWOKERTO
2013


PARADIGMA PENDIDIKAN KARAKTER
DI INDONESIA
A.    Pendahuluan
Dewasa ini kita berada pada era global. Arus globalisasi membawa dampak terhadap karakter bangsa dan masyarakatnya. Globalisasi memunculkan pergeseran nilai, nilai lama semakin meredup, yang digeser dengan nilai-nilai baru yang belum tentu pas dengan nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Globalisasi, selain berdampak pada pergeseran nilai, juga berdampak pada pendidikan sebuah bangsa.
Kita semua menyadari bahwa pendidikan sesungguhnya bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan melainkan sekaligus juga transfer nilai. Untuk itu, penanaman nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam pendidikan merupakan pilar penyangga demi tegaknya pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, persoalan budaya dan karakter bangsa tersebut kini menjadi sorotan tajam masyarakat di berbagai aspek kehidupan, baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk itulah sangat diperlukan adanya pendidikan karakter di Indonesia.
B.     Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut bahasa, karakter berasal dari bahasa Inggris, character yang berarti watak, sifat dan karakter.[1] Dalam bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, dan berarti pula tabi’at dan budi pekerti.
Selanjutnya kata pendidikan secara umum adalah upaya mempengaruhi orang lain agar berubah pola pikir, ucapan, perbuatan, sifat dan wataknya, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, pendidikan karakter adalah upaya mempengaruhi segenap pikiran dan sifat batin peserta didik dalam rangka membentuk watak, budi pekerti, dan kepribadiannya.[2] Selanjutnya yang dimaksud dengan sifat adalah rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda.[3] Jadi, antara kata pendidikan dan karakter memiliki hubungan substansial yang amat dekat.
Dalam bahasa Arab, kata karakter sering disebut dengan istilah akhlak yang oleh para ulama diartikan bermacam – macam. Ibn Miskawaih misalnya mengatakan: hal linnafs da’iyah laha ila af’aliha min ghair fikrin wa laa ruwiyatin.[4] Artinya, sifat atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi. Dengan demikian, sebuah perbuatan akhlak paling kurang memiliki lima ( 5 ) ciri, yaitu :
1)      Perbuatan yang sudah tertanam kuat dan mendarah daging dalam jiwa seseorang,
2)      Karena sudah mendarah daging, perbuatan tersebut sudah dapat dilakukan dengan mudah,
3)      Perbuatan tersebut dilakukan atas pilihan, kesadaran, kemauan, dan tujuan orang melakukannya. Atas dasar ini pula, maka orang tersebut harus berani bertanggung jawab atas pilihannya,
4)      Perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang sesungguhnya, bukan pura – pura, atau rekayasa,
5)      Perbuatan yang dilakukan semata – mata ikhlas karena Allah Swt, atau karena mengharap keridhaan Allah Swt.
Dalam perkembangan selanjutnya, karakter menjadi semacam sruktur antropologi manusia. Di sanalah manusia menghayati kebebasannya dalam mengatasi keterbatasan dirinya. Sebagai sebuah struktur antropologi, karakter bukan hanya sekedar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses.[5] Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberi pengertian atau definisi – definisi tentang baik dan buruk, melainkan sebagai upaya mengubah sifat, watak, kepribadian dan keadaan batin manusia sesuai dengan nilai – nilai yang dianggap luhur dan terpuji.
Dengan adanya pendidikan karakter ini, diharapkan dapat  melahirkan manusia yang memiliki kebebasan  untuk menentukan pilihannya, tanpa paksaan, disertai rasa penuh tanggung jawab, yaitu manusia- manusia yang merdeka, dinamis, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, manusia, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkna diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang padagilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus.Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataa yang idea, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
C.    Nilai – Nilai Pendidikan Karakter
Menurut Diknas, pendidikan karakter terbagi menjadi 18 nilai-nilai, yaitu:[6]
1.      Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6.      Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.      Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.      Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.      Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.  Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.  Cinta tanah air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12.  Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Bersahabat/ komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14.  Cinta damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15.  Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
D.    Paradigma Baru Pendidikan Karakter di Indonesia
Di masa lalu, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, budi pekerti luhur, gotong royong dan kekeluargaan. Namun, masyarakat Indonesia saat ini sudah jauh berbeda keadaannya. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, masyarakat Indonesia saat ini sudah berubah dari kehidupan masyarakat budaya agraris kepada masyarakat budaya industrialis dan informasi, atau masyarakat budaya kota. Pada masyarakat budaya kota ini ditandai oleh hal-hal berikut:
1.      Orientasi kehidupan ke masa depan;
2.      Lebih bersifat rasional, pragmatis dan hedonistik;
3.      Sangat menghargai waktu;
4.      Bekerja dengan penuh perhitungan dan perencanaan yang cermat;
5.      Komunikasi banyak bertumpu pada penggunaan peralatan teknologi komunikasi;
6.      Kurang memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah;
7.      Mengikuti budaya pop atau sesuatu yang sedang tenar;
8.      Profesional dalam bekerja
9.      Cenderung individualistik
10.  Cenderung mengikuti budaya barat yang hedonistik, materialistik dan pragmatis.
Keadaan masyarakat yang demikian itu telah mempengaruhi cara pandang atau paradigma dalam memperlakukannya. Metode dan pendekatan dalam membentuk karakter masyarakat urban seperti itu jauh berbeda dengan metode dan pendekatan dalam membentuk karakter masyarakat agraris sebagaimana tersebut di atas.[7]
Kedua, masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin kritis, ingin diperlakukan secara adil, demokratis, egaliter, manusiawi. Keadaan ini selain dipengaruhi oleh perkembangan global, yakni perjuangan menegakan HAM, juga oleh perubahan budaya politik yang terjadi di era reformasi pada kurun waktu 10 tahun terakhir, yakni perubahan dari sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang desentralistik, dan dari keadaan masyarakat yang tertutup dan terkekang menjadi masyarakat yang terbuka dan bebas. Keadaan ini telah merubah paradigma dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, termasuk memberikan pelayanan pada pendidikan.
Ketiga, masyarakat Indonesia saat ini sudah banyak yang terpengaruh oleh budaya global (budaya barat) yang cenderung hedonistik, materialistik, pragmatis dan sekularistik. Dalam masyarakat yang demikian itu, nilai-nilai moral, akhlak mulia, spritual dan transendental semakin terabaikan dan terpinggirkan. Berbagai keputusan dan tindakan yang diputuskan masyarakat saat ini banyak didasarkan pada pertimbangan nilai-nilai hedonistik, materialistik, pragmatis dan sekularistik.[8] Hal ini dapat dilihat dari cara mereka menentukan pilihan lembaga pendidikan bagi putera-puterinya, yaitu lembaga pendidikan yang menjanjikan masa depan ekonomi yang lebih baik.
Dengan mengemukakan tiga hal diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat telah berubah. Yakni dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrialis, informatis dan urban. Selain itu, masyarakat Indonesia juga sudah dipengaruhi tuntutan penegakan HAM, corak pemerintahan yang desentralistik, perilaku yang bebas tanpa terkendali, serta peralatan teknologi informasi.


E.     Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah upaya mempengaruhi segenap pikiran dan sifat batin peserta didik dalam rangka membentuk watak, budi pekerti, dan kepribadiannya. Nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Masyarakat telah berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrialis, informatis dan urban. Selain itu, masyarakat Indonesia juga sudah dipengaruhi tuntutan penegakan HAM, corak pemerintahan yang desentralistik, perilaku yang bebas tanpa terkendali, serta peralatan teknologi informasi.













Daftar pustaka

Echols, John M dan Hasan Shadily. 1979. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Miskawaih, Ibn. 1934. Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq. Mesir: al-Mathba’ah al-Misriyyah.
Nata, Abuddin. 1999. Pendidikan Islam di Era Global. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Nata, Abudinn. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Poerwadarmita, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa.


[1] John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979), cet. VII, hlm, 107.
[2] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, hlm. 1149.
[3] Ibid. hlm. 941.
[4] Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq, (Mesir: al-Mathba’ah al-Misriyyah, 1934) cet. XII, hlm. 1934.
[5] Doni Koesoema. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007), cet. I, hlm. 4.
[6] Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, 2010.
[7] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), cet. II, hlm. 203-217.
[8] Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 1999), cet I, hlm, 89-97.