PARADIGMA PENDIDIKAN KARAKTER
DI INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
( Ulul Huda, M.S.I )
Oleh:
1.
Efi Laelatun Nafisah 1123301103
2.
Ferli Agus Kurniawan 1123301160
3.
Muh. Restu Fauzi 1123301172
Tarbiyah / V /
5 PAI 5
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PURWOKERTO
2013
PARADIGMA PENDIDIKAN KARAKTER
DI INDONESIA
A.
Pendahuluan
Dewasa ini kita berada pada era
global. Arus globalisasi membawa dampak terhadap karakter bangsa dan
masyarakatnya. Globalisasi memunculkan pergeseran nilai, nilai lama semakin
meredup, yang digeser dengan nilai-nilai baru yang belum tentu pas dengan
nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Globalisasi, selain berdampak pada
pergeseran nilai, juga berdampak pada pendidikan sebuah bangsa.
Kita semua menyadari bahwa
pendidikan sesungguhnya bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan melainkan
sekaligus juga transfer nilai. Untuk itu, penanaman nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa dalam pendidikan merupakan pilar penyangga demi tegaknya
pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, persoalan
budaya dan karakter bangsa tersebut kini menjadi sorotan tajam masyarakat di
berbagai aspek kehidupan, baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk
itulah sangat diperlukan adanya pendidikan karakter di Indonesia.
B.
Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut bahasa, karakter
berasal dari bahasa Inggris, character yang berarti watak, sifat dan
karakter.[1] Dalam
bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi
segenap pikiran dan perbuatannya, dan berarti pula tabi’at dan budi pekerti.
Selanjutnya kata pendidikan
secara umum adalah upaya mempengaruhi orang lain agar berubah pola pikir,
ucapan, perbuatan, sifat dan wataknya, sesuai dengan tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Dengan demikian, pendidikan
karakter adalah upaya mempengaruhi segenap pikiran dan sifat batin peserta
didik dalam rangka membentuk watak, budi pekerti, dan kepribadiannya.[2]
Selanjutnya yang dimaksud dengan sifat adalah rupa dan keadaan yang tampak pada
suatu benda.[3]
Jadi, antara kata pendidikan dan karakter memiliki hubungan substansial yang
amat dekat.
Dalam bahasa Arab, kata
karakter sering disebut dengan istilah akhlak yang oleh para ulama diartikan
bermacam – macam. Ibn Miskawaih misalnya mengatakan: hal linnafs da’iyah
laha ila af’aliha min ghair fikrin wa laa ruwiyatin.[4]
Artinya, sifat atau keadaan yang tertanam dalam jiwa yang paling dalam yang selanjutnya
melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan lagi. Dengan demikian, sebuah perbuatan akhlak paling kurang
memiliki lima ( 5 ) ciri, yaitu :
1)
Perbuatan yang sudah tertanam kuat dan mendarah daging dalam jiwa seseorang,
2)
Karena sudah mendarah daging, perbuatan tersebut sudah dapat dilakukan
dengan mudah,
3)
Perbuatan tersebut dilakukan atas pilihan, kesadaran, kemauan, dan tujuan
orang melakukannya. Atas dasar ini pula, maka orang tersebut harus berani
bertanggung jawab atas pilihannya,
4)
Perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang sesungguhnya, bukan pura –
pura, atau rekayasa,
5)
Perbuatan yang dilakukan semata – mata ikhlas karena Allah Swt, atau karena
mengharap keridhaan Allah Swt.
Dalam
perkembangan selanjutnya, karakter menjadi semacam sruktur antropologi manusia.
Di sanalah manusia menghayati kebebasannya dalam mengatasi keterbatasan
dirinya. Sebagai sebuah struktur antropologi, karakter bukan hanya sekedar
hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan
proses.[5]
Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya sekedar memberi pengertian
atau definisi – definisi tentang baik dan buruk, melainkan sebagai upaya
mengubah sifat, watak, kepribadian dan keadaan batin manusia sesuai dengan
nilai – nilai yang dianggap luhur dan terpuji.
Dengan adanya pendidikan karakter
ini, diharapkan dapat melahirkan manusia
yang memiliki kebebasan untuk menentukan
pilihannya, tanpa paksaan, disertai rasa penuh tanggung jawab, yaitu manusia-
manusia yang merdeka, dinamis, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab
terhadap Tuhan, diri sendiri, manusia, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Tujuan
pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata
kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka
panjangnya tidak lain adalah mendasarkna diri pada tanggapan aktif kontekstual
individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang padagilirannya
semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri
secara terus-menerus.Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis
yang semakin mendekatkan dengan kenyataa yang idea, melalui proses refleksi dan
interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil
langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
C.
Nilai – Nilai Pendidikan Karakter
Menurut Diknas, pendidikan
karakter terbagi menjadi 18 nilai-nilai, yaitu:[6]
1.
Religius
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2.
Jujur
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5.
Kerja keras
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
6.
Kreatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
7.
Mandiri
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
8.
Demokratis
Cara
berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
9.
Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat kebangsaan
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12. Menghargai prestasi
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ komunikatif
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta damai
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar membaca
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. Peduli lingkungan
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. Peduli sosial
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab
Sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
D.
Paradigma Baru Pendidikan Karakter di Indonesia
Di masa lalu, bangsa Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang ramah, menjunjung tinggi tata krama, sopan santun,
budi pekerti luhur, gotong royong dan kekeluargaan. Namun, masyarakat Indonesia
saat ini sudah jauh berbeda keadaannya. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Pertama, masyarakat Indonesia
saat ini sudah berubah dari kehidupan masyarakat budaya agraris kepada
masyarakat budaya industrialis dan informasi, atau masyarakat budaya kota. Pada
masyarakat budaya kota ini ditandai oleh hal-hal berikut:
1.
Orientasi kehidupan ke masa depan;
2.
Lebih bersifat rasional, pragmatis dan hedonistik;
3.
Sangat menghargai waktu;
4.
Bekerja dengan penuh perhitungan dan perencanaan yang cermat;
5.
Komunikasi banyak bertumpu pada penggunaan peralatan teknologi komunikasi;
6.
Kurang memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah;
7.
Mengikuti budaya pop atau sesuatu yang sedang tenar;
8.
Profesional dalam bekerja
9.
Cenderung individualistik
10. Cenderung mengikuti budaya barat yang hedonistik,
materialistik dan pragmatis.
Keadaan masyarakat yang
demikian itu telah mempengaruhi cara pandang atau paradigma dalam
memperlakukannya. Metode dan pendekatan dalam membentuk karakter masyarakat
urban seperti itu jauh berbeda dengan metode dan pendekatan dalam membentuk
karakter masyarakat agraris sebagaimana tersebut di atas.[7]
Kedua, masyarakat Indonesia
saat ini sudah semakin kritis, ingin diperlakukan secara adil, demokratis,
egaliter, manusiawi. Keadaan ini selain dipengaruhi oleh perkembangan global,
yakni perjuangan menegakan HAM, juga oleh perubahan budaya politik yang terjadi
di era reformasi pada kurun waktu 10 tahun terakhir, yakni perubahan dari
sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang
desentralistik, dan dari keadaan masyarakat yang tertutup dan terkekang menjadi
masyarakat yang terbuka dan bebas. Keadaan ini telah merubah paradigma dalam
memberikan pelayanan pada masyarakat, termasuk memberikan pelayanan pada
pendidikan.
Ketiga, masyarakat Indonesia
saat ini sudah banyak yang terpengaruh oleh budaya global (budaya barat) yang
cenderung hedonistik, materialistik, pragmatis dan sekularistik. Dalam
masyarakat yang demikian itu, nilai-nilai moral, akhlak mulia, spritual dan
transendental semakin terabaikan dan terpinggirkan. Berbagai keputusan dan
tindakan yang diputuskan masyarakat saat ini banyak didasarkan pada
pertimbangan nilai-nilai hedonistik, materialistik, pragmatis dan sekularistik.[8] Hal
ini dapat dilihat dari cara mereka menentukan pilihan lembaga pendidikan bagi
putera-puterinya, yaitu lembaga pendidikan yang menjanjikan masa depan ekonomi
yang lebih baik.
Dengan mengemukakan tiga hal
diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat telah berubah. Yakni dari masyarakat
agraris menjadi masyarakat industrialis, informatis dan urban. Selain itu,
masyarakat Indonesia juga sudah dipengaruhi tuntutan penegakan HAM, corak
pemerintahan yang desentralistik, perilaku yang bebas tanpa terkendali, serta
peralatan teknologi informasi.
E.
Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah
upaya mempengaruhi segenap pikiran dan sifat batin peserta didik dalam rangka
membentuk watak, budi pekerti, dan kepribadiannya. Nilai-nilai pendidikan
karakter diantaranya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Masyarakat telah berubah dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat industrialis, informatis dan urban.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga sudah dipengaruhi tuntutan penegakan HAM,
corak pemerintahan yang desentralistik, perilaku yang bebas tanpa terkendali,
serta peralatan teknologi informasi.
Daftar pustaka
Echols, John M dan Hasan Shadily. 1979. Kamus Inggris
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi
Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Miskawaih, Ibn. 1934. Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir
al-A’raq. Mesir: al-Mathba’ah al-Misriyyah.
Nata, Abuddin. 1999. Pendidikan Islam di Era Global.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Nata, Abudinn. 2010. Ilmu Pendidikan Islam dengan
Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Poerwadarmita, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan
Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk
Daya Saing dan Karakter Bangsa.
[1] John M.
Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1979), cet. VII, hlm, 107.
[2] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1991), cet. XII, hlm. 1149.
[4] Ibn
Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq, (Mesir: al-Mathba’ah
al-Misriyyah, 1934) cet. XII, hlm. 1934.
[5] Doni
Koesoema. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta: Grasindo, 2007), cet. I, hlm. 4.
[6] Pusat
Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya
Saing dan Karakter Bangsa, 2010.
[7] Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2010), cet. II, hlm. 203-217.
[8] Abuddin
Nata, Pendidikan Islam di Era Global, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
1999), cet I, hlm, 89-97.